Terasikip.com – Kali ini saya akan menulis tentang Empat Faktor Kemerdekaan Republik Indonesia dan Hikmah Sejarahnya. Walau pun sudah terlambat, sih, — udah tanggal 30 Agustus.
Bagi seluruh bangsa Indonesia, bulan Agustus ialah bulan yang paling dihargai sekaligus paling dikenang sepanjang masa. Sebab, dalam bulan ini, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di jalan Pegangsaan timur nomor 56, atas nama bangsa Indonesia, dwi tunggal Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara Republik Indonesia.
Empat Faktor Kemerdekaan Republik Indonesia
Dalam tinjauan secara historis, sebenarnya kemerdekaan Republik Indonesia ketika itu terjadi sebab berkumpulnya empat faktor, yaitu faktor perhitungan, kekompakan, kebetulan, dan rahmat dari Allah SWT.
Faktor Perhitungan
Dalam faktor yang pertama ini, suatu perhitungan yang matang muncul ketika peluang untuk “secepatnya memproklamasikan kemerdekaan” memang tidak dapat terjadi sewaktu-waktu, apa lagi ditunda-tunda. Perjuangan panjang seluruh bangsa Indonesia dengan segenap jiwa-raga, tenaga-pikiran, uang, hingga nyawa dari para pejuang bangsa harus berakhir pada satu titik yang disebut dengan “merdeka”. Kemudian pada saat itu ialah waktu yang sangat tepat untuk segera melakukan pembebasan dari era penjajahan, serta merdeka untuk menentukan nasib bangsa dan masa depannya sendiri.
Faktor Kekompakan
Faktor selanjutnya ialah kekompakan seluruh elemen bangsa, terutama para penggerak kemerdekaan sekitar tanggal 14 hingga 17 Agustus 1945. Sejarah bangsa ini mencatat, bahwa sehari sebelum proklamasi, para pejuang yang termasuk dalm golongan muda dengan dipelopori oleh Chairul Saleh dan Anwar Tjokroaminoto ”menculik” golongan tua yang diwakili Sukarno dan Moh. Hatta untuk diamankan dan dibawa ke Rengasdengklok.
Pada awalnya, sempat terjadi perdebatan yang lumayan panjang mengenai kapan waktu yang pas untuk mendeklarasikan proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Akan tetapi, melalui iktikad baik seluruh golongan, demi kemerdekaan seluruh bangsa Indonesia tercinta, maka ditetapkanlah secara mufakat bahwa deklarasi pembacaan teks proklamasi kemerdekaan harus dilakukan pada hari Jumat, tanggal 17 bulan 8 tahun 2605 kalender Jimmu (Jepang) atau 17 Agustus 1945 kalender Gregorian (Masehi) maksimal pukul 12.00 WIB.
Faktor Kebetulan
“Kebetulan” mungkin banyak yang mengartikan sebagai sesuatu yang dinasibkan dan adanya ketidaksengajaan. Namun, perlu disadari pula bahwa kata dasar dari kebetulan adalah betul. Sedangkan sinonim dari kata betul adalah benar. Maka, kebetulan adalah kebenaran. Nah, faktor kebetulan dapat diartikan pula sebagai faktor kebenaran atas kuasa Allah SWT Yang Maha Benar.
Faktor ini terjadi ketika vacuum of power (kekosongan kekuasaan) saat pertengahan bulan Agustus 1945. Hal itu terjadi sebab Jepang, sebagai negara penjajah bangsa Indonesia, pada saat itu menyerah tanpa syarat pada sekutu setelah tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dan Hiroshima diluluh-lantakkan menggunakan bom atom. Kekosongan kekuasaan yang terjadi ketika itu kemudian dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh bangsa Indonesia, terutama golongan muda, untuk segera mendesak golongan tua supaya memproklamasikan kemerdekaan.
Faktor Rahmat Allah SWT
Faktor yang paling penting dalam proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah rahmat Allah SWT. Jujur, kita perlu mengakui bahwa bantuan dan keterlibatan rahmat Allah SWT pasti ada dalam upaya mencapai kemerdekaan RI.
Bahkan, hal itu kemudian diamini (dipercaya) oleh para pejuang kemerdekaan dan tercermin dalam pembukaan UUD 1945, “Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.
Sangat tepat jika dikatakan bahwa kemerdekaan Republik Indonesia ialah buah perjuangan tanpa lelah dari semua elemen bangsa, bukan pemberian atau hadiah dari penjajah Jepang. Namun, secara nalar sehat, kemerdekaan Republik Indonesia pada saat itu amatlah mustahil. Sebab, dari segi manapun kita kalah dengan penjajah Jepang. Bangsa ini kalah mulai dalam hal dana, tentara, senjata, bahkan tentang dukungan internasional.
Sehingga, atas berkat dan rahmat Allah SWT semata, bambu runcing bisa mengalahkan senjata mesiu dan bom. Kemudian, keterbatasan dana tidak menjadi kendala bagi perjuangan kemerdekaan yang dicita-citakan bisa tercapai.
Hikmah Kemerdekaan RI
Presiden Soekarno pernah membacakan sebuah pidato berjudul “Jas Merah”. Judul tersebut adalah singkatan dari “jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Sejarah bagi setiap bangsa sangatlah penting, sebab sejarah adalah identitas bangsa. Melalui sejarah pula para generasi penerus dapat mengambil pelajaran yang berharga bagi kelangsungan bangsa. Sebuah bangsa yang lupa akan sejarahnya, maka dapat dipastikan bangsa itu akan sulit dan mustahil menjadi bangsa yang besar, makmur, dan sejahtera.
Sebagai peristiwa dalam narasi sejarah, proklamasi memanglah terjadi hanya satu kali. Akan tapi, peristiwa tersebut sebagai sebuah strategi atau taktik yang akan senantiasa dikenang dalam dimensi ruang dan waktu yang berbeda. Peristiwa besar proklamasi kemerdekaan setidaknya ada berbagai hal yang bisa kita pelajari, sehingga ruh dan makna proklamasi 77 tahun silam tetap relevan dan akan selalu dikenang hingga sekarang.
Seluruh bangsa Indonesia dengan tekad bulat bersatu dan percaya pada kekuatan sendiri telah menjadi bangsa yang merdeka. Bangsa yang bebas dari tekanan dan penjajahan asing yang telah dideritanya sejak lama. Dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, rakyat berhak mengatur sendiri negaranya, hingga berusaha sekuat tenaga mempertahankannya dari gangguan asing.
Kemudian dalam konteks kekinian, merdeka atau bebas dari tekanan bangsa asing perlu diperluas dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Merdeka dari campur tangan (intervensi) bangsa asing dalam kebijakan-kebijakan negara dan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat. Lalu bebas dari hutang luar negeri dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Bahkan kedaulatan dan keamanan negara yang tangguh merupakan sebagian contoh dari kondisi ideal. Hal itulah yang seharusnya terjadi dalam rangka memberi makna sejati tentang kemerdekaan negara Republik Indonesia.
Mengenai kemerdekaan juga dapat ditafsirkan sebagai tolok ukur keberhasilan bangsa Indonesia dalam melepaskan diri dari segala bentuk kebodohan, penindasan, kemiskinan, pengangguran, ketertinggalan, serta masalah-masalah sosial yang lain.
Berbagai hal yang kemudian menjadi tanggungjawab negara terhadap rakyatnya ialah mengelola kekayaan negara, kas negara, serta sumber-sumber daya negara untuk digunakan secara optimal demi memberikan kesejahteraan kehidupan rakyatnya. Selain menjadi tanggungjawab negara, hal tersebut juga menjadi tanggungjawab santri (penulis adalah santri) sebagai warga negara. Idealnya, (kita) santri yang juga sebagai warga yang baik, juga harus memahami hak dan kewajiban, sehingga sinergi pemerintah dan rakyat (kaum santri) dalam mempercepat proses memakmurkan bangsa.
Santri tidak boleh hanya berpangku tangan saja. Apa lagi hanya rebahan dan menghitung bintang di langit atau menunggu durian runtuh hanya demi keberlangsungan hidupnya di dunia. Santri harus berikhtiar, santri harus mandiri, santri harus yakin bahwa santri bisa karena berusaha. Sehingga mulai dari diri sendiri, seluruh generasi bangsa kemudian bisa merdeka dari kebodohan, bebas dari kemiskinan, dan bisa mandiri dalam perekonomian.
Leave a Reply