Terasikip.com–Sekolah Pagesangan Yogyakarta memiliki keunikan tersendiri dibandingkan sekolah pada umumnya. Betapa tidak, sekolah yang terletak di Gunung Kidul, Yogyakarta ini memiliki kurikulum tersendiri dalam pembelajaran yang diberi nama “Sinau Tetanen”.
Sinau Tetanen atau dalam Bahasa Indonesia disebut juga dengan belajar menanam merupakan kurikulum Sekolah Pagesangan yang memiliki tujuan untuk menciptakan kesadaran tentang pilihan makanan sehat, keamanan pangan, dan dampak dari berbagai sistem pangan terhadap Kesehatan dan lingkungan.
Menurut keterangan Dosen Filsafat Universitas Negeri Malang, Surya Desismansyah E.P “Sinau Tetanen tidak hanya mengajarkan prinsip akan ketahanan pangan yang berdasar pada kesadaran lingkungan, tapi juga kurikulum ini berpegang pada nilai inklusi berperspektif Gender Equality dan Social Inclusion. Sekolah Pagesangan berhasil menciptakan lingkungan sosial tanpa perbedaan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan dalam hal ketahanan pangan”.
Sekolah Pagesangan Yogyakarta sendiri adalah sekolah non formal berbasis komunitas yang berdiri pada tahun 2009 atas inisiasi Diah Widuretno. Sekolah ini menggunakan model pendidikan kontekstual yang yang berfokus pada pertanian dan pangan dengan setting budaya tempatan. Memakai nama “gesang” yang berarti “hidup”, Sekolah Pagesangan ingin menjadi sekolah kehidupan. Menyadarkan warga setempat untuk bisa berdaya tanpa pergi meninggalkan desa.
Tidak ada batas usia, status sosial, gender, maupun tempat tinggal untuk dapat ikut belajar di Sekolah Pagesangan. Sebaliknya, Sekolah Pagesangan membuka pintu seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin belajar Bertani.
Banyak hal yang dapat diambil dari model pendidikan di Sekolah Pagesangan, utamanya untuk Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Perguruan Tinggi. Surya Desismansyah merumuskan model integrasi kurikulum Sinau Tetanen dengan MBKM ke dalam empat poin dasar. Pertama adalah Community Based System yang berbasis pada kesadaran lingkungan dan ketahanan pangan. Kedua prinsip Gender Equality dan Social Inclusion. Ketiga Integrasi Sinau Tetanen dengan MBKM. Dan keempat model integrasi Sinau Tetanen-MBKM.
Perwujudan model Sinau Tetanen terintegrasi dengan MBKM memiliki tiga prinsip yaitu prinsip kemerdekaan, prinsip pemberdayaan, dan prinsip komunitas. Prinsip kemerdekaan mengajarkan tentang pembelajaran mandiri dan berpikir kritis. Sementara prinsip pemberdayaan memuat keteraksesan pendidikan dan kurikulum yang inklusif. Dan prinsip komunitas mengandung pembelajaran kolaboratif serta keterlibatan komunitas.
“Pada dasarnya realisasi model Sinau Tetanen dari Sekolah Pagesangan dalam menciptakan kurikulum MBKM harus senantiasa mengedepankan kemandirian, pemberdayaan, dan kemasyarakatan”, ujar Surya Desismansyah.
Surya Desismansyah juga menambahkan bahwa “Sekolah Pagesangan selalu menekankan peran perempuan sebagai aktor sosial sekaligus aktor lokal pada keluarga yang menghasilkan budaya konsumsi keluarga yang terkontrol”.
Leave a Reply